Selasa, 21 Juni 2011

Aku Peduli Mereka

EKSPLOITASI ANAK JALAN

Dewasa ini anak-anak jalanan semakin meningkat jumlahnya, ini disebabkan keadaan ekonomi Indonesia yang tidak stabil sementara jumlah penduduk semakin meningkat. Banyak kepala keluarga yang kehilangan pekerjaanya akibat krisis ekonomi, padahal satu kepala keluarga harus menafkahkan kurang lebih empat orang jiwa manusia. Dengan kondisi seperti ini mereka dituntut untuk mencari uang dengan berbagai cara, salah satunya adalah mengemis dan mengamen. Mengemis dan mengamen mungkin telah menjadi salah satu profesi di Indonesia, dengan modal yang tidak banyak kita bisa mendapatkan keuntungan yang cukup besar, padahal pekerjaan ini tidak layak dilakukan karena mengharapkan ibaan orang. Selain itu, mengemis dan mengamen juga membuat orang malas untuk bekerja lebih baik.
Pekerjaan mengemis dan mengamen di kalangan masyarakat semakin populer, banyak keluarga yang berbondong-bondong menjadi pengemis dan pengamen dengan membawa serta anak-anaknya untuk mengemis dan mengamen. Para orang tua tidak boleh mengajarkan caranya mencari duit kepada seorang anak yang masih kecil apalagi menyuruh mereka mencari duit itu sama saja namanya eksploitasi anak, dan jika terjadi demikian akan dikenakan hukuman berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak. Anak-anak adalah anugrah dari Tuhan YME yang harus kita jaga dengan kasih sayang yang berlimpah, bukan menyuruhnya bekerja di masa kanak-kanaknya. Masa anak-anak masa yang indah, dimana mereka bebas bermain dan belajar. Apabila rutinitas ini tetap dilakukan, dikhawatirkan akan membentuk mental yang negatif bagi pertumbuhan si anak.
Tinjauan dengan menggunakan sudut pandang psikologi terhadap meningkatnya jumlah anak jalanan ini adalah berupa tumbuhnya mentalitas pemalas dalam jiwa anak. Selain itu, hal ini juga dapat menyebabkan munculnya idealisme dalam jiwa anak bahwa dengan mengamen atau mengemis pun mereka bisa mendapatkan penghasilan dan memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka, tanpa harus susah-susah sekolah. Mental inilah yang sangat berbahaya untuk tumbuh kembangnya si anak, anak berusia 1-5 tahun adalah masa di mana otak mereka dalam tahap perkembangan. Seharusnya pada masa ini si anak di ajarkan berbagai macam perbendaharaan ilmu serta penanaman akhlak mulia agar perkembangan fisik dan spiritualnya baik. Jadi bisa dibayangkan jika seorang anak kecil sudah di ajarkan mencari duit oleh orang tuanya, bagaimana jika ia besar nanti? Pertanyaan ironis ini sempat memilukan hati.
Kesadaran Orang Tua
Menjelang hari anak yang akan jatuh pada tanggal 23 Juli mendatang, marilah kita bersama-sama membantu Pemerintah dalam mengatasi masalah eksploitasi anak yang dilakukan para orang tua maupun pihak lain. Karena melindungi hak anak bukan hanya tugas Pemerintah dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia saja akan tetapi tugas kita semua sebagai Warga Negara Indonesia. Jadikan hari peringatan anak bukan hanya sebagai simbol untuk merenungi hak-hak anak saja tanpa ada aksinya, tapi buatlah hari peringatan anak sebagai bentuk penyadaran kita semua sebagai orang tua untuk mengkoreksi, membenahi serta berpartisipasi dalam mewujudkan visi-visi Pemerintah untuk melindungi hak anak baik dalam bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi keluarga maupun lingkungan sosialnya.
Faktor yang mendorong terjadinya kasus eksploitasi anak adalah karena sebagian besar orang tua tidak menyadari perannya sebagai orang tua, serta kurangnya pengetahuan tentang kewajiban orang tua dalam pemenuhan hak anak. Kebanyakan dari mereka tidak mengecam bangku pendidikan, sehingga mereka tidak sadar bahwa yang mereka lakukan itu suatu perbuatan eksploitasi. Dalam menangani kasus ini sebaiknya diadakan suatu penyuluhan baik berupa seminar maupun pelatihan kepada para orang tua, untuk menyadarkan bahawa tindakan kekerasan kepada anak, pelecehan maupun eksploitasi sangat tidak baik dan dilarang keras oleh negara. Jika masih ada yang melakukan perbuatan keji demikian, maka tidak segan-segan pemerintah akan menghukum para orang tua maupun pihak lain berdasarkan hukum yang adil sesuai dengan Pasal 23 (2) yang menyatakan negara dan pemerintah mengawasi penyelenggaraan perlindungan anak.
Nasib anak adalah Nasib Bangsa
Nasib suatu bangsa tergantung nasib anak-anak, karena anak adalah generasi penerus bangsa yang nantinya akan memimpin bangsa ini. Jadi jika anak-anak bangsa ini mental, fisik dan spiritualnya rusak siapakah nanti yang akan memimpin bangsa ini? Maka tugas kita semua untuk menghentikan tindakan kekerasan kepada anak, pelecehan maupun eksploitasi. Saatnya mendidik anak-anak bangsa menjadi anak yang mandiri, bertanggung jawab, partisipatif serta cerdas dengan dilandasi iman dan taqwa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Sample text

Sample Text

Sample Text