Kamis, 03 Mei 2012

Kartini, Mom and Hero

    Kau tau, kalimat apa yang paling menakutkan bagiku? “what is happening” apa yang sedang terjadi, adalah kalimat yang paling aku takuti. Aku takut saat aku pulang ke bogor aku harus mengutarakan kalimat ini karena ada hal buruk yang menimpa keluarga ku. Tanpa aku mengerti, tanpa ada yang memberitahu kemudia aku bertanya, “apa yang sedang terjadi?”. Bagi orang seperti ku atau mungkin orang lain yang sedang merantau dan jauh dari keluarga kalimat ini akan sangat menakutkan. 
     Nama ku Yanne Yuniarti W, aku biasa dipanggil yanne oleh teman-teman ku dan ane atau nane oleh keluarga dan orang-orang terdekat ku. Aku adalah seorang mahasiswa di Universitas Padjadjaran Bandung. Menjalani hidup sebagai seorang remaja sangat menyenangkan bagi ku, walaupun sebagian orang berkata masa remaja itu “muda, galau dan berbahaya”. Hidup itu indah saat kita mau mensyukurinya, hidup itu menyenangkan saat kita mau belajar dan mau berusaha memperbaiki kesalahan kita. Ya memperbaiki kesalahan, ini yang aku lakukan saat aku menjadi orang egois. Ibu adalah inspirasi ku untuk menjadi wanita lebih baik lagi, lagi dan lagi seperti Ibu Kartini di zamannya. Terimakasih mama.
 *** 
Agustus 2011 
    Angin berhembus sejuk di kawasan Bandung kala itu, suasana kelas cukup ramai dengan ocehan mahasiswa yang terlihat jenuh mendengarkan dosen berbicara. Aku tak kalah sibuknya dengan yang lain, membicarakan rencana buka puasa bersama kelas minggu ini. Saat itu bulan Ramadhan telah memasuki minggu kedua, aku tak ingin meninggalkan kesempatan bersenang-senang bersama teman-teman kelas ku. Tiba-tiba HP ku berdering. “My mom....” “assalamualaikum, ane lagi dimana?” “walaikumsalam, ada apa mah?, mah nanti ditelfon balik ya, lagi ada dosen nih.” Belum sempat ia mengutarakan maksudnya, aku telah terlebih dahulu menutup telefonnya. Aku tetap melanjutkan mengoceh bersama teman-teman ku untuk mematangkan rencana kami, mengabaikan dosen yang sedang berbicara dan telefon mama ku. Jam berlalu begitu cepat, meninggalkan tawa bersama teman-teman ku. Aku berlari menuju sekre BEM, hari ini rapat dan aku telat.
   Di bulan ramadhan ini BEM memiliki program kerja bakti sosial dan buka puasa bersama di Desa Panglipurgalih. Bandung yang terkenal dengan mode dan kemajuan tekhnologinya ternyata masih menyimpan sebuah perkampungan yang jauh dari mode dan tekhnologi, sebuah perkampungan yang tidak terdapat listrik dan jauh dari kehidupan yang layak. Aku sangat bersemangat membuat roundwon acara, ini kali pertama aku menjadi seksi acara, akan sangat menyenangkan fikirku. Tiba-tiba telefon berdering lagi, kali ini bukan dari ibuku tapi sepupu ku iqmal. “hallo, teh yanne dimana?” “lagi di bandung, kenapa mal?, teteh lagi rapat nih” “teh pulang ya, mamah teteh kecelakaan sekarang lagi di UGD” Deg ! aku merasa jantungku berhenti berdegup. Aku tidak bisa berkata apapun, lutut ku lemas dan aku hanya bisa menangis. seketika itu juga teman-teman BEM bertanya apa yang sedang terjadi. Aku tidak bisa menjawab, aku tidak bisa menjelaskan dan aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan aku hanya ingin pulang dan disamping ibu ku. Perasaan bersalah bergelayut dalam fikiran ku sepanjang jalan pulang, aku sangat menyesal mengabaikannya di telefon tadi siang, seharusnya aku mendengarakan apa yang ingin ia bicarakan. Aku terlalu egois, bagaimana kalu itu adalah terakhir kalinya ia menelefon dan aku tidak bisa mendengarkan suaranya lagi, entahlah yang jelas aku tidak akan termaafkan oleh rasa bersalahku. 
 *** 
UGD, pkl : 24.00. 
     Sudah 8 jam ibu ku di ruang operasi, tapi belum ada kabar baik yang ku dengar. Aku terpaksa sabar menunggu. “ Teteh pulang saja dulu, biar ane yang nungguin mama.” Teteh ku menggeleng, “ ada papa, runa sama saudara-saudara disini yang nunggu. Teteh pulang aja, teteh harus istirahat tuh liat lukanya”. Jari-jari ku lincah menelusuri setiap luka yang ada di tangan dan kakinya. Dengan sedikit ku paksa akhirnya ia bersedia pulang. Aku tahu perasaan bersalah menyelimuti hatinya, bagaimana tidak saat kejadian mengenaskan itu dia bersamanya. Kejadian yang tidak akan kulupakan dalam hidupku. Siang itu ibu dan kaka ku sedang menuju kantor imigran untuk mengambil passport adik ku. Dengan menggunakan motor mereka berangkat, tepat di depan pom bensin jalan raya cibinong, seorang penjambret menyerempet motor kaka ku dan mengambil paksa tas kaka ku, yang menyebabkan motor terjatuh dan ibu ku terseret jauh. Tapi yang membuatku heran mengapa luka ibu ku bisa separah itu, kalu ia terseret seharusnya tidak ada luka robek yang hampir menyentuh tulang pahanya kecuali ia terkena benda tajam. Ternyata benar jambret itu tidak hanya mengambil tas kaka ku, ia mengincar uang yang ada di tas ibu ku dengan menggunakan pisau tapi tidak berhasil mendapatkannya, malah melukai paha ibu ku. Luka itu bertambah parah saat ibu terseret jauh yang menyebabkan sebagian dagingnya hilang. Aku tidak bisa membayangkan rasa sakit yang dialami ibu ku, perasaan benci merasuk dalam fikiranku. Mengapa ada orang sejahat itu?!, mengapa tega ia melukai orang sebaik ibu?!, apa salah ibu ku?!, seandainya jambret itu meminta secara baik aku yakin ibu pasti akan memberikan uangnya. Aku berdoa kepada Tuhan agar ia dibalas sesuai dengan perbuatannya. Lama aku menunggu, Alhamdulillah ibu ku akhirnya sadar. 
 ***
Ruang aster 305
     Saat kau merencanakan sesuatu, ingatlah ada perencana terbaik dalam hidup ini yaitu Allah SWT. Karena apa yang kau rencanakan belum tentu sama dengan rencana Allah. Seminggu sudah ibu dirawat di rumah sakit, aku menghabiskan bulan puasa terakhirku di rumah sakit, sahur ataupun berbuka puasa. Demi menebus rasa bersalahku, aku tak ingin sehari pun melewatkan untuk tidak menjaga ibu. Aku melewatkan buka puasa bersama teman-teman ku dan meninggalkan keikutsertaan ku sebagai panitia di acara bakti sosial, untunglah teman-teman BEM sangat mengerti keadaan ku dan mereka membesarkan hati ku untuk tetap tabah. Aku ingat saat diwawancarai untuk seleksi masuk BEM, kala itu seorang senior bertanya kepada ku mana yang akan kau pilih saat BEM membutuhkan mu tetapi kau dapat kabar orang tua mu sakit, kau memilih BEM atau orangtua?, sekita itu juga aku menjawab orang tua. Kini aku merasa jawaban ku sangat tepat dan benar, karena bagaimanapun itu bukan pilihan tetapi kewajiban. Ibu ku berangsur-angsur membaik, hanya saja ia belum bisa berjalan sebab kakinya masih terluka. Selama di rumah sakit ia menjadi pasien yang sangat cerewet, ia tidak pernah absen menyapa dokter, perawat bahkan cleaning service. Setiap hari selalu ada yang menjenguknya dari mulai saudara-saudaranya, rekan-rekan kerjanya bahkan murid-muridnya. Aku sangat bersyukur karena banyak yang mendoakan untuk kesembuhan ibu ku, ini petanda ibu sangat disukai orang. Ibu ku selalu berusaha melakukan segalanya sendiri, ia terlihat sedih saat ia tidak bisa buang air kecil dikamar mandi sendiri, ia harus melibatkan aku atau kaka ku untuk buang air keci dan mandi. Dalam hatinya ia sangat malu, aku tau kalu ia tidak ingin merepotkan anak-anaknya. Tapi aku sama sekali tidak merasa direpoti oleh ibu, aku senang jika ia mau menerima bantuan ku, ini adalah ladangku mencari keridhoan Nya. Ibu ku berjiwa besar dan berhati mulia. 
     Di hari Idul Fitri ini kami sekeluarga tidak mudik karena ibu masih harus istirahat di rumah dan belum boleh berpergian. Aku sangat bersyukur meski tidak pergi kemana-mana aku masih bisa merasakan bahagianya Idul Fitri bersama ibu. Saat aku bercerita betapa kesalnya aku dengan penjambret itu dan berharap Allah membalasnya, ibu tidak setuju. Ia telah memaafkan penjambret itu, ia tidak merasa dendam sama sekali bahkan ia mendoakan agar Allah membukakan pintu hati nurani penjambret itu. Entahlah apa yang di fikirkan ibu sebenarnya, mengapa ia dengan mudah memaafkan dan mendoakan kebaikan untuk orang yang nyaris membunuhnya, yang jelas aku mengerti bahwa ibu berjiwa besar dan berhati mulia. Ini menjadi pelajaran untuk ku agar bisa memaafkan dengan ikhlas terhadap orang-orang yang berbuat jahat kepada ku.
Mama + Papa waktu lebaran kemaren, dan ini lukanya mama :(
*** 
April 2012 
     Sudah hampir setahun kejadian mengenaskan itu berlalu, kondisi ibu ku semakin hari semakin membaik. Ia sudah bisa beraktivitas seperti biasa walaupun tidak segesit dulu, ia tetap melakukan rutinistasnya seperti pergi ke pasar, membuat sarapan, membersihkan rumah dan pergi ke sekolah untuk mengajar. Ibu tidak bisa berjalan jauh lagi karna kini ia mudah lelah, ibu tidak bisa berlari kencang lagi karna itu akan melukai kakinya, ibu kesulitan untuk bangkit dari sujud dalam salatnya. Ibu, aku mohon tetaplah sehat. Kejadian itu membuatku sadar akan keegoisan ku sebagai anak, kini aku tidak pernah mengabaikan telefonnya lagi. Dulu aku hanya menelefon orang tua ku saat aku perlu uang, kini aku selalu menyempatkan diri untuk menelefonnya. Saat aku mendapat masalah, saat aku akan menghadapi ujian kuliah atau pun saat aku bahagia aku akan menelefonnya. Apakah itu berbicara penting atau hanya sekedar bersanda gurau. Bagi ku berapapun pulsa yang aku keluarkan hanya untuk mendengarkan suaranya itu bukanlah masalah, karna akan sangat menyedihkan saat kau ingin berbicara dengan mereka tetapi mereka telah pergi meninggalkan mu dan kau hanya berbicara melalui sebuah doa tanpa kau bisa mendengarkan suaranya lagi. Lebih menyedihkan saat kau lebih memilih menghabiskan pulsa untuk pacar mu dari pada orang tua mu walau hanya sekedar “hai” lewat sms. 
      Ibu selalu mengajarkan ku berbagai hal kebaikan, bagi ku tak ada kisah yang lebih inspiratif dari kisah seorang ibu, karna ibu adalah perpustakaan pertama bagi seorang anak. Kau tidak berhak membenci orangtua mu meskipun ia menelantarkan mu, membuang mu atau bahkan membunuh mu karena kau tidak akan pernah bisa membalas jasa-jasanya. Ibu mu yang mempertaruhkan nyawanya demi melahirkan mu ataukah ayah mu yang telah membuat mu ada di dunia ini lewat air mani yang dititipkan di rahim ibu mu.     Rasulullah Saw bersabda, “Keridhaan Allah bergantung kepada keridhaan orang tua, dan murka Allah tergantung pada murka orang tua.” (HR Al-Tirmidzi dan Ibn Hibban). 
   Kartini adalah seorang pahlawan untuk wanita Indonesia, tapi jangan lupakan bahwa ia juga adalah seorang ibu. Bagi ku ibu adalah cerminan Kartini saat ini dan ia juga pahlawan yang telah mempertaruhkan nyawanya untuk ku. Kisah ini ku beri judul “Kartini, Mom and Hero”. Dengan harapan besar setiap pembaca dapat berhenti sejenak untuk merenungi Kepahlawanan seorang ibu. Bangga menjadi bagian dari wanita Indonesia. Pertahankan pribadi wanita Indonesia yang cerdas, ramah, berbudi luhur dan tangguh. Selamat hari Ibu Kartini, semoga semangat perjuangan Kartini selalu mengalir dalam darah kita.
 

Sample text

Sample Text

Sample Text